Burung

Burung

Senin, 20 Februari 2012

Pramuka

Bentuk

Lambang Gerakan Pramuka berbentuk Silluete (bayangan) Tunas Kelapa. (lihat gambar di samping) Penjabaran tentang Lambang ini ditetapkan dalam Keputusan Kwarnas No. 06/KN/72 tentang Lambang Gerakan Pramuka.

[sunting]Arti kiasan

Logo Pramuka.jpg
Lambang Gerakan Pramuka mengandung arti kiasan sebagai berikut:
1.    Buah nyiur dalam keadaan tumbuh dinamakan cikal. Ini mengandung arti Pramuka adalah inti bagi kelangsungan hidup bangsa (tunas penerus bangsa).
2.    Buah nyiur tahan lama. Ini mengandung arti, Pramuka adalah orang yang jasmani dan rohaninya kuat dan ulet.
3.    Nyiur dapat tumbuh dimana saja. Ini mengandung arti, Pramuka adalah orang yang mampu beradaptasi dalam kondisi apapun
4.    Nyiur tumbuh menjulang tinggi. Ini mengandung arti, setiap Pramuka memiliki cita-cita yang tinggi.
5.    Akar nyiur kuat. Mengandung arti, Pramuka berpegang pada dasar-dasar yang kuat.
6.    Nyiur pohon yang serbaguna. Ini mengandung arti, Pramuka berguna bagi nusa, bangsa dan agama.
7.    Lambang keris melambangkan senjata tradisional Jawa Tengah
8.    Lambang 10 api yang berkobar melambangkan dasadarma
9.    Padi dan kapas melambangkan kesuburan dibidang pangan dan sandang
10. Kode daerah melambangkan daerah kota daerah
11. Nama kabupaten melambangkan kota cabang
12. Bintang melambangakan 5 sila pancasila

[sunting]Penggunaan

§  Lambang Gerakan Pramuka dapat dipergunakan pada Panji, Bendera, Papan Nama Kwartir / Satuan, Tanda Pengenal dan alat administrasiGerakan Pramuka
§  Penggunaan lambang tersebut dimaksudkan sebagai alat pendidikan untuk mengingatkan dan menanamkan sifat dan keadaan seperti yang termaktub dalam arti kiasan lambang Tunas Kelapa itu pada setiap anggota Gerakan Pramuka.
§  Setiap anggota Gerakan Pramuka diharapkan mampu mengamalkan dan mempraktekkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimilikinya kepada masyarakat di sekelilingnya. Sebab generasi muda yang tergabung dalam Gerakan Pramuka diharapkan kelak mampu menjadi kader pembangunan yang berjiwa Pancasila

[sunting]Pranala luar

Deskripsi dan arti filosofi



Pancasila Perisai.svg
Pancasila Sila 1 Star.svg
Pancasila Sila 2 Chain.svg
Pancasila Sila 3 Banyan Tree.svg
Pancasila Sila 4 Buffalo's Head.svg
Pancasila Sila 5 Rice and Cotton.svg


  • Garuda Pancasila sendiri adalah burung Garuda yang sudah dikenal melalui mitologi kuno dalam sejarah bangsa Indonesia, yaitu kendaraan Wishnu yang menyerupai burung elang rajawali. Garuda digunakan sebagai Lambang Negara untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara yang kuat.
  • Warna keemasan pada burung Garuda melambangkan keagungan dan kejayaan.
  • Garuda memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang melambangkan kekuatan dan tenaga pembangunan.
  • Jumlah bulu Garuda Pancasila melambangkan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, antara lain:
    • 17 helai bulu pada masing-masing sayap
    • 8 helai bulu pada ekor
    • 19 helai bulu di bawah perisai atau pada pangkal ekor
    • 45 helai bulu di leher


  • Perisai adalah tameng yang telah lama dikenal dalam kebudayaan dan peradaban Indonesia sebagai bagian senjata yang melambangkan perjuangan, pertahanan, dan perlindungan diri untuk mencapai tujuan.
  • Di tengah-tengah perisai terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan garis khatulistiwa yang menggambarkan lokasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu negara tropis yang dilintasi garis khatulistiwa membentang dari timur ke barat.
  • Warna dasar pada ruang perisai adalah warna bendera kebangsaan Indonesia "merah-putih". Sedangkan pada bagian tengahnya berwarna dasar hitam.
  • Pada perisai terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar negara Pancasila. Pengaturan lambang pada ruang perisai adalah sebagai berikut[5]:
  1. Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan cahaya di bagian tengah perisai berbentuk bintang yang bersudut lima berlatar hitam[6];
  2. Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dilambangkan dengan tali rantai bermata bulatan dan persegi di bagian kiri bawah perisai berlatar merah[7];
  3. Sila Ketiga: Persatuan Indonesia dilambangkan dengan pohon beringin di bagian kiri atas perisai berlatar putih[8];
  4. Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dilambangkan dengan kepala banteng[9] di bagian kanan atas perisai berlatar merah[10]; dan
  5. Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dilambangkan dengan kapas dan padi di bagian kanan bawah perisai berlatar putih.

Pita bertuliskan semboyan Bhinneka Tunggal Ika

  • Kedua cakar Garuda Pancasila mencengkeram sehelai pita putih bertuliskan "Bhinneka Tunggal Ika" berwarna hitam.
  • Semboyan Bhinneka Tunggal Ika adalah kutipan dari Kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular. Kata "bhinneka" berarti beraneka ragam atau berbeda-beda, kata "tunggal" berarti satu, kata "ika" berarti itu. Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu", yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya tetap adalah satu kesatuan, bahwa di antara pusparagam bangsa Indonesia adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.



Patung besar Garuda Pancasila, terpasang di Ruang KemerdekaanMonas, Jakarta.
Penggunaan lambang negara diatur dalam UUD 1945 pasal 36A dan UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. (LN 2009 Nmr 109, TLN 5035). Sebelumnya lambang negara diatur dalam Konstitusi RIS, UUD Sementara 1950, dan Peraturan Pemerintah No. 43/1958 [11]
Lambang Negara menggunakan warna pokok yang terdiri atas:
  1. warna merah di bagian kanan atas dan kiri bawah perisai;
  2. warna putih di bagian kiri atas dan kanan bawah perisai;
  3. warna kuning emas untuk seluruh burung Garuda;
  4. warna hitam di tengah-tengah perisai yang berbentuk jantung; dan
  5. warna alam untuk seluruh gambar lambang.
Lambang Negara wajib digunakan di:
  1. dalam gedung, kantor, atau ruang kelas satuan pendidikan;
  2. luar gedung atau kantor;
  3. lembaran negara, tambahan lembaran negara, berita negara, dan tambahan berita negara;
  4. paspor, ijazah, dan dokumen resmi yang diterbitkan pemerintah;
  5. uang logam dan uang kertas; atau
  6. meterai.
Dalam hal Lambang Negara ditempatkan bersama-sama dengan Bendera Negara, gambar Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden, penggunaannya diatur dengan ketentuan:
  1. Lambang Negara ditempatkan di sebelah kiri dan lebih tinggi daripada Bendera Negara; dan
  2. gambar resmi Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden ditempatkan sejajar dan dipasang lebih rendah daripada Lambang Negara.
Setiap orang dilarang:
  1. mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara;
  2. menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran;
  3. membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara; dan
  4. menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini.

Sabtu, 18 Februari 2012

Sakramen Pengurapan Orang Sakit




  Mengapa Sakramen Pengurapan Orang Sakit itu Perlu?

Dengan pengurapan orang sakit, Gereja dalam keseluruhannya menyerahkan si sakit kepada kemurahan Tuhan, agar Ia menguatkan dan meluputkannya. Jika si sakit telah melakukan dosa, maka dosanya itu diampuni. “Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni”(bdk Yak 5:15).

Dalam bahaya maut, pengurapan orang sakit menguatkan manusia dalam menghadapi perjuangan terakhir dan menghantarnya kepada persatuan dengan Tuhan, yang melalui kematian telah masuk ke dalam kehidupan.

  Bilamana Sakramen Pengurapan Orang Sakit Diberikan?

Sakramen Pengurapan Orang Sakit perlu diterima tiap saat penyakit memuncak menjadi gawat, yang menimbulkan keadaan jasmani manusia sangat mencemaskan.

  Siapa yang Menerima Sakramen Pengurapan Orang sakit?

Penerima pengurapan ini ialah setiap orang beriman yang karena penyakit atau karena usia lanjut, berada dalam keadaan yang mengancam keselamatan nyawanya. Pengurapan dapat diulangi jika keadaan tersebut timbul kembali atau jika timbul satu kemelut yang lebih berat.

Kepada orang-orang tua yang sudah sangat lemah dapat diterimakan sakramen ini, meskipun tidak timbul keadaan sakit yang gawat. Juga anak-anak dapat menerima pengurapan, jika mereka sudah mencapai tahap penggunaan akal, sehingga mereka dapat mengalami penguatan dari sakramen pengurapan. Orang-orang sakit yang tak sadar lagi atau yang kehilangan penggunaan akal sehat, dapat menerima pengurapan, jika sewaktu dalam keadaan sehat mereka pernah menyatakan keinginannya untuk menerima sakramen ini.

  Bagaimana jika si Sakit Meninggal Sebelum Imam Datang?     Dapatkah Sakramen Diberikan?

Jika saat ajal sudah tiba sebelum imam datang, maka baginya diucapkan doa-doa, sedangkan pengurapan tidak dapat diberikan lagi. Tetapi, jika kematiannya masih diragukan, maka Sakramen Pengurapan dapat diterimakan sub conditione (= kondisi khusus).

  Siapa yang Melayani Sakramen Pengurapan Orang Sakit?

Pelayan sebenarnya dari Sakramen Pengurapan Orang Sakit hanyalah imam.

Mereka yang menjalankan pelayanan ini adalah para uskup sebagai yang mengemban wewenang penuh, para imam paroki, para imam yang melayani rumah-rumah sakit dan rumah-rumah orang lanjut usia, serta pemimpin lembaga-lembaga pendidikan imam. Imam-imam lain dapat menerimakan Sakramen Pengurapan dengan persetujuan mereka yang disebut di atas.

Namun demikian, dalam hal darurat, semua imam dapat memberikan pelayanan Sakramen Pengurapan Orang Sakit, tetapi hendaknya hal itu dilaporkan kepada imam paroki atau imam yang bertugas dalam rumah sakit.

  Bagaimana Sakramen Pengurapan Orang Sakit Dirayakan?

Perayaan Sakramen Pengurapan Orang Sakit terdiri atas dua bagian, yaitu: Liturgi Sabda dan perayaan Sakramen Pengurapan yang sebenarnya. Pada puncak perayaan, imam mengurapi si sakit dengan minyak suci pada dahi dan tangan sambil mengucapkan rumusan-rumusan tertentu. Dengan demikian jelas nampak karya Tuhan dalam sakramen ini, kurnia Roh Kudus dimohonkan bagi si sakit dan janji keselamatan diucapkan baginya, agar dalam ketakberdayaan jiwa-raganya, si sakit diluputkan serta dikuatkan, dan bila perlu, juga diampuni dosa-dosanya.

Untuk pengurapan sakramental digunakan minyak zaitun atau minyak lain dari tumbuh-tumbuhan yang telah diberkati oleh uskup dalam Misa Krisma pada hari Kamis Putih. Dalam keadaan darurat, setiap imam dapat memberkati minyak untuk pengurapan ini.

Jika dianggap perlu adanya pengakuan dosa, imam dapat melayani Sakramen Pengakuan Dosa kepada si sakit sebelum melayani Sakramen Pengurapan Orang Sakit.

  Buah-buah rahmat apa saja yang diperoleh dari Sakramen Pengurapan Orang Sakit?
persatuan orang sakit dengan sengsara Kristus demi keselamatannya sendiri dan keselamatan Gereja;
penghiburan, perdamaian dan keberanian untuk menderita secara Kristen sengsara yang ditimbulkan oleh penyakit atau oleh usia lanjut;
pengampunan dosa, apabila orang sakit tidak dapat menrimanya melalui Sakramen Pengakuan;
penyembuhan, kalau ini berguna bagi keselamatan jiwa;
persiapan untuk peralihan ke hidup abadi
Sakramen Pengurapan Orang Sakit
oleh: Romo William P. Saunders *












Baru-baru ini, ketika saya terbaring di rumah sakit, seorang wanita datang untuk mendoakan saya, ia juga mengurapi saya dengan minyak yang diberkati. Menurutnya, ia memperoleh wewenang dari “Seksi Kesehatan” paroki untuk melakukan pelayanan ini. Ketika imam datang untuk memberikan Sakramen Pengurapan, saya mengatakan bahwa saya sudah menerimanya dari seorang wanita. Imam mengatakan bahwa awam tak dapat memberikan pengurapan, jadi saya pikir saya tidak menerima Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Mohon penjelasan.
~ seorang pembaca di Falls Church

Sakramen Pengurapan Orang sakit (dulu dikenal sebagai Sakramen Perminyakan Terakhir) dirayakan hanya oleh imam atau, tentu saja, uskup. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan, “Hanya imam (uskup dan presbiter) adalah pemberi Urapan Orang Sakit” (no 1516). Demikian pula Kitab Hukum Kanonik menegaskan, “Setiap imam, dan hanya imam, dapat melayani pengurapan orang sakit secara sah” (no 1003).

Alasan mengapa sakramen ini hanya boleh dilayani oleh imam adalah karena “pengurapan orang sakit” dan buah-buah rahmat khusus sakramen berkaitan erat dengan Imamat Kristus. Semasa pewartaan-Nya di depan publik, Yesus menyembuhkan banyak orang - yang buta, yang lumpuh, yang kusta, yang bisu dan tuli, yang sakit pendarahan dan yang sekarat. Penyembuhan-Nya menyentuh baik tubuh dan jiwa. Di sebagian besar kisah mukjizat penyembuhan, si sakit dihantar pada keyakinan iman yang lebih mendalam, dan mereka yang menyaksikannya tahu bahwa “Allah telah melawat umat-Nya” (Luk 7:16). Namun demikian, penyembuhan-penyembuhan ini, merupakan pratanda akan kemenangan jaya Kristus atas dosa dan maut melalui sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya Sendiri.

Kristus mempercayakan pelayanan penyembuhan-Nya kepada para rasul. Ia memberikan perintah kepada para rasul-Nya dan mengutus mereka dalam suatu tugas perutusan, “Lalu pergilah mereka memberitakan bahwa orang harus bertobat, dan mereka mengusir banyak setan, dan mengoles banyak orang sakit dengan minyak dan menyembuhkan mereka” (Mrk 6:12-13). Dalam peristiwa Kenaikan-Nya, Yesus menggemakan kembali amanat ini kepada para rasul dan memaklumkan bahwa “mereka akan meletakkan tangannya atas orang sakit, dan orang itu akan sembuh” (Mrk 16:18).

Pada hari raya Pentakosta, Roh Kudus menganugerahkan karunia-karunia besar kepada Gereja, termasuk karunia untuk menyembuhkan. St Paulus menyatakan, “kepada yang seorang Roh yang sama memberikan iman, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menyembuhkan. Kepada yang seorang Roh memberikan kuasa untuk mengadakan mujizat” (I Kor 12:9-10). Rasul St Yakobus menyampaikan suatu pengajaran yang jelas mengenai Sakramen Pengurapan Orang Sakit, “Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan. Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni” (Yak 5:14-15). Pada intinya, Gereja senantiasa memberi perhatian pada perintah Kristus, “Sembuhkanlah orang sakit” (Mat 10:8). (Konsili Trente mengutip ayat-ayat ini dalam menyanggah dakwaan para pemimpin Protestan bahwa Kristus tidak pernah menetapkan sakramen ini dan tidak menyampaikan pelayanan penyembuhan-Nya kepada para imam.)

Sakramen Pengurapan Orang Sakit juga dibatasi hanya boleh dilayani oleh pelayan tertahbis (uskup atau imam), sebab salah satu dari buah-buah rahmat khusus sakramen ini adalah pengampunan dosa, apabila orang sakit tidak dapat menerimanya melalui Sakramen Pengakuan (bdk Katekismus Gereja Katolik, No 1532).

Dengan dasar-dasar seperti disebutkan di atas, seorang awam yang bertindak sebagai pelayan tak lazim Komuni Suci atau “pelayan kesehatan” janganlah pernah memberikan kesan bahwa ia melayani Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Janganlah pernah ia mengurapi seorang dengan minyak, baik yang diberkati ataupun tidak, yang membangkitkan kesan bahwa ia mengurapi orang tersebut dengan Minyak Orang Sakit (Oleum Infirmorum), yang dipergunakan dalam Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Janganlah pernah kita menyesatkan orang, walau tanpa sengaja, membuatnya menyangka bahwa ia telah menerima buah-buah rahmat khusus dari sakramen penyembuhan yang amat penting ini, padahal sesungguhnya tidak. Jiwa orang dapat celaka karena tindakan simbolik serupa pengurapan, yang tak mendatangkan rahmat apapun. Patutlah kita berhati-hati untuk tidak pernah melakukan sesuatupun yang dapat disalahtafsirkan sebagai pelayanan sakramen. Apabila orang yang kita kasihi sakit parah atau menghadapi ajal, segeralah panggil imam; hanya imam saja yang dapat melayani Sakramen Pengurapan Orang Sakit, yang mendatangkan buah-buah rahmat berlimpah bagi penyembuhan baik tubuh maupun jiwa.       

Banyak umat merasa ngeri bila mendengar kata 'sakramen perminyakan'
Bahkan bila anggota keluarganya mau menerima sakramen ini justru mereka yang merasa cemas dan khawatir. Hal ini disebabkan oleh salah pengertian bahwa sakramen ini adalah 'sakramen penghabisan' yang diberikan hanya pada mereka yang menjelang ajal. Sebenarnya bagaimanakah pemahaman yang benar tentang sakramen ini?
Sakramen perminyakan disebut juga sakramen pengurapan orang sakit. Penerimanya adalah para penderita sakit serius; bukan hanya mereka yang menjelang ajal. Termasuk di sini adalah mereka yang sakit berat, yang akan operasi besar dan orang lanjut usia yang kekuatannya melemah (KGK 1515).
Sakramen perminyakan berhubungan dengar penyakit; bukan dengan akhir hidup manusia. Kenapa orang yang sakit (serius) perlu menerima sakramer perminyakan? Sebab pengalaman sakit menjadi pergumulan orang beriman. Orang yang sakit dihadapkan pada suatu krisis. Memang dengan sakit dia bisa mencari dan kembali pada Allah (bertobat), menjadi lebih matang, melihat apa yang paling penting untuk hidup abadinya.
Tetapi penyakit tak jarang menyebabkan rasa takut, sikap menutup diri, rasa putus asa bahkan memberontak pada Allah (KGK 1501, Katekismus Gereja Katolik). Dalam situasi krisis seperti itulah orang beriman perlu didampingi, didoakan, dan dikuatkan lewat sakramen ini.
Tanda Kehadiran Kerajaan Allah Selama hidupNya, Tuhan Yesus mewartakan datangnya Kerajaan Allah. Hal itu ditandai dengar pengusiran roh-roh jahat dan pengampunan dosa (Mark 2:5-12). Dalam pandangan alkitab penyakil selalu dihubungkan dengan dosa. Karena itu Yesus juga menyembuhkan banyak orang sakit, bahkan mengikutsertakan para murid untuk mengolesi orang sakit dengan minyak dan menyembuhkan mereka (Mark 6:7-13). Penyembuhan orang sakit ditandai dengan penumpangan tangan (Luk 4:40), pengurapan dengan minyak (lambang penyembuhan), dan kontak jasmaniah (Yoh 9:6).

Apa yang diperbuat Yesus itu kemudian diteruskan oleh Gereja Perdana seperti yang diberitakan oleh Rasul Yakobus:'Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat supaya mereka mendoakan mereka serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan. Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa maka dosanya itu akan diampuni' (Yak 5:14-15).
Sakramen perminyakan dewasa ini

Dari teks di atas kemudian Gereja mengajarkan (salah satu sumber iman Katolik kita) hal-hal sebagai berikut:
• Penerimanya adalah orang sakit serius; bukan hanya mereka yang menjelang ajal (SC 73, Sacrosanctum Concilium, Konstitusi tentang Liturgi Suci).
• Penatua jemaat artinya uskup dan imam. Hanya mereka yang boleh menerimakan sakramen ini sebab dalam sakramen ini ada unsur pengampunan dosa.
• Minyak yang dipakai ialah Oleum Infirmorum (OI), yang diberkati Uskup dalam misa Krisma. Dalam keadaan darurat, imam boleh memberkati sendiri minyak nabati (dari tumbuh-tumbuhan).
• Imam menumpangkan tangan lalu mengurapi dahi dan kedua telapak tangan si sakit dengan minyak Ol, sambil berdoa, 'Semoga karena pengurapan suci ini, Allah yang maharahim menolong saudara dengan rahmat Roh Kudus. Semoga Tuhan membebaskan saudara dari dosa dan membangunkan saudara di dalam rahmatNya.'
• Upacara ini bisa dilakukan di rumah, di rumah sakit atau di gereja. Bisa juga diterimakan secara bersama-sama dengan ritus sakramen Tobat - sakramen Perminyakan - sakramen Ekaristi.
• Yang boleh menerima adalah mereka yang sudah dibaptis secara Katolik dan dapat menggunakan akal budinya. Kalau tidak sadar, sebelumnya dia pernah memintanya atau diandaikan memintanya bila dia sadar.


Buah-Buah Sakramen Perminyakan

Dalam KGK 1520 sakramen ini menanugerahkan rahmat Roh Kudus sehingga:
• si sakit mendapat kekuatan, ketenangan, dan kebesaran hati dalam mengatasi kesulitan karena sakitnya.
• si sakit membarui iman dan harapan kepada Allah dan menguatkannya melawan godaan setan, godaan untuk berkecil hati dan rasa takut akan kematian.
• Bantuan Tuhan membawa si sakit pada kesembuhan jiwa tetapi juga menuju kesembuhan badan; kalau itu sesuai dengan kehendak Allah. (banyak orang mengalami anugerah istimeiva ini)
• Jika ia berbuat dosa maka dosanya akan diampuni (Yak 5:15)

Nah, kalau rahmatNya sedemikian melimpah kenapa kita masih
takut menerimanya? Sampaikan juga informasi ini pada mereka
yang belum mengetahuinya.
Top of Form
Suka · · Bagikan
Bottom of Form

Mengapa Sakramen Pengurapan Orang Sakit itu Perlu?

Salah satu Sakramen dari 7 Sakramen gereja Katolik adalah Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Dengan pengurapan orang sakit, Gereja dalam keseluruhannya menyerahkan si sakit kepada kemurahan Tuhan, agar Ia menguatkan dan meluputkannya.

Jika si sakit telah melakukan dosa, maka dosanya itu diampuni.
“Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni”(bdk Yak 5:15).

Dalam bahaya maut, pengurapan orang sakit menguatkan manusia dalam menghadapi perjuangan terakhir dan menghantarnya kepada persatuan dengan Tuhan, yang melalui kematian telah masuk ke dalam kehidupan.

Bilamana Sakramen Pengurapan Orang Sakit Diberikan?
Sakramen Pengurapan Orang Sakit perlu diterima tiap saat penyakit memuncak menjadi gawat, yang menimbulkan keadaan jasmani manusia sangat mencemaskan.

Siapa yang Menerima Sakramen Pengurapan Orang sakit?

Penerima pengurapan ini ialah setiap orang beriman yang karena penyakit atau karena usia lanjut, berada dalam keadaan yang mengancam keselamatan nyawanya. Pengurapan dapat diulangi jika keadaan tersebut timbul kembali atau jika timbul satu kemelut yang lebih berat.
Kepada orang-orang tua yang sudah sangat lemah dapat diterimakan sakramen ini, meskipun tidak timbul keadaan sakit yang gawat. Juga anak-anak dapat menerima pengurapan, jika mereka sudah mencapai tahap penggunaan akal, sehingga mereka dapat mengalami penguatan dari sakramen pengurapan. Orang-orang sakit yang tak sadar lagi atau yang kehilangan penggunaan akal sehat, dapat menerima pengurapan, jika sewaktu dalam keadaan sehat mereka pernah menyatakan keinginannya untuk menerima sakramen ini.

Bagaimana jika si Sakit Meninggal Sebelum Imam Datang? Dapatkah Sakramen Diberikan?
Jika saat ajal sudah tiba sebelum imam datang, maka baginya diucapkan doa-doa, sedangkan pengurapan tidak dapat diberikan lagi. Tetapi, jika kematiannya masih diragukan, maka Sakramen Pengurapan dapat diterimakan sub conditione (= kondisi khusus).
Siapa yang Melayani Sakramen Pengurapan Orang Sakit?

Pelayan sebenarnya dari Sakramen Pengurapan Orang Sakit hanyalah imam.

Mereka yang menjalankan pelayanan ini adalah para uskup sebagai yang mengemban wewenang penuh, para imam paroki, para imam yang melayani rumah-rumah sakit dan rumah-rumah orang lanjut usia, serta pemimpin lembaga-lembaga pendidikan imam. Imam-imam lain dapat menerimakan Sakramen Pengurapan dengan persetujuan mereka yang disebut di atas.

Namun demikian, dalam hal darurat, semua imam dapat memberikan pelayanan Sakramen Pengurapan Orang Sakit, tetapi hendaknya hal itu dilaporkan kepada imam paroki atau imam yang bertugas dalam rumah sakit.
Baca Sakramen Pengurapan Orang Sakit Hanya Iman

Bagaimana Sakramen Pengurapan Orang Sakit Dirayakan?

Perayaan Sakramen Pengurapan Orang Sakit terdiri atas dua bagian, yaitu: Liturgi Sabda dan perayaan Sakramen Pengurapan yang sebenarnya. Pada puncak perayaan, imam mengurapi si sakit dengan minyak suci pada dahi dan tangan sambil mengucapkan rumusan-rumusan tertentu. Dengan demikian jelas nampak karya Tuhan dalam sakramen ini, kurnia Roh Kudus dimohonkan bagi si sakit dan janji keselamatan diucapkan baginya, agar dalam ketakberdayaan jiwa-raganya, si sakit diluputkan serta dikuatkan, dan bila perlu, juga diampuni dosa-dosanya.

Untuk pengurapan sakramental digunakan minyak zaitun atau minyak lain dari tumbuh-tumbuhan yang telah diberkati oleh uskup dalam Misa Krisma pada hari Kamis Putih. Dalam keadaan darurat, setiap imam dapat memberkati minyak untuk pengurapan ini.

Jika dianggap perlu adanya pengakuan dosa, imam dapat melayani Sakramen Pengakuan Dosa kepada si sakit sebelum melayani Sakramen Pengurapan Orang Sakit.

Buah-buah rahmat apa saja yang diperoleh dari Sakramen Pengurapan Orang Sakit?
persatuan orang sakit dengan sengsara Kristus demi keselamatannya sendiri dan keselamatan Gereja;
penghiburan, perdamaian dan keberanian untuk menderita secara Kristen sengsara yang ditimbulkan oleh penyakit atau oleh usia lanjut; pengampunan dosa, apabila orang sakit tidak dapat menrimanya melalui Sakramen Pengakuan; penyembuhan, kalau ini berguna bagi keselamatan jiwa; persiapan untuk peralihan ke hidup abadi
sumber : “Upacara Sakramen dan Pemberkatan untuk Pelayanan Pastoral” oleh P. Alex Beding SVD.
Artikel Kloter 2000


Salah satu dari 7 Sakramen dalam Gereja Katolik adalah Sakramen Pengurapan Orang sakit.
Baru-baru ini, ketika saya terbaring di rumah sakit, seorang wanita datang untuk mendoakan saya, ia juga mengurapi saya dengan minyak yang diberkati. Menurutnya, ia memperoleh wewenang dari “Seksi Kesehatan” paroki untuk melakukan pelayanan ini.
Ketika imam datang untuk memberikan Sakramen Pengurapan, saya mengatakan bahwa saya sudah menerimanya dari seorang wanita. Imam mengatakan bahwa awam tak dapat memberikan pengurapan, jadi saya pikir saya tidak menerima Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Mohon penjelasan.
~ seorang pembaca di Falls Church
Sakramen Pengurapan Orang sakit (dulu dikenal sebagai Sakramen Perminyakan Terakhir) dirayakan hanya oleh imam atau, tentu saja, uskup. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan, “Hanya imam (uskup dan presbiter) adalah pemberi Urapan Orang Sakit” (no 1516). Demikian pula Kitab Hukum Kanonik menegaskan, “Setiap imam, dan hanya imam, dapat melayani pengurapan orang sakit secara sah” (no 1003).
Alasan mengapa sakramen ini hanya boleh dilayani oleh imam adalah karena “pengurapan orang sakit” dan buah-buah rahmat khusus sakramen berkaitan erat dengan Imamat Kristus. Semasa pewartaan-Nya di depan publik, Yesus menyembuhkan banyak orang - yang buta, yang lumpuh, yang kusta, yang bisu dan tuli, yang sakit pendarahan dan yang sekarat.
Penyembuhan-Nya menyentuh baik tubuh dan jiwa. Di sebagian besar kisah mukjizat penyembuhan, si sakit dihantar pada keyakinan iman yang lebih mendalam, dan mereka yang menyaksikannya tahu bahwa “Allah telah melawat umat-Nya” (Luk 7:16). Namun demikian, penyembuhan-penyembuhan ini, merupakan petanda akan kemenangan Kristus atas dosa dan maut melalui sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya Sendiri.

Kristus mempercayakan pelayanan penyembuhan-Nya kepada para rasul. Ia memberikan perintah kepada para rasul-Nya dan mengutus mereka dalam suatu tugas perutusan, “Lalu pergilah mereka memberitakan bahwa orang harus bertobat, dan mereka mengusir banyak setan, dan mengoles banyak orang sakit dengan minyak dan menyembuhkan mereka” (Mrk 6:12-13). Dalam peristiwa Kenaikan-Nya, Yesus menggemakan kembali amanat ini kepada para rasul dan memaklumkan bahwa “mereka akan meletakkan tangannya atas orang sakit, dan orang itu akan sembuh” (Mrk 16:18).
Pada hari raya Pentakosta, Roh Kudus menganugerahkan karunia-karunia besar kepada Gereja, termasuk karunia untuk menyembuhkan. St Paulus menyatakan, “kepada yang seorang Roh yang sama memberikan iman, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menyembuhkan. Kepada yang seorang Roh memberikan kuasa untuk mengadakan mujizat” (I Kor 12:9-10). Rasul St Yakobus menyampaikan suatu pengajaran yang jelas mengenai Sakramen Pengurapan Orang Sakit, “Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan.
Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni” (Yak 5:14-15). Pada intinya, Gereja senantiasa memberi perhatian pada perintah Kristus, “Sembuhkanlah orang sakit” (Mat 10:8). (Konsili Trente mengutip ayat-ayat ini dalam menyanggah dakwaan para pemimpin Protestan bahwa Kristus tidak pernah menetapkan sakramen ini dan tidak menyampaikan pelayanan penyembuhan-Nya kepada para imam.)
Sakramen Pengurapan Orang Sakit juga dibatasi hanya boleh dilayani oleh pelayan tertahbis (uskup atau imam), sebab salah satu dari buah-buah rahmat khusus sakramen ini adalah pengampunan dosa, apabila orang sakit tidak dapat menerimanya melalui Sakramen Pengakuan (bdk Katekismus Gereja Katolik, No 1532).
Dengan dasar-dasar seperti disebutkan di atas, seorang awam yang bertindak sebagai pelayan tak lazim Komuni Suci atau “pelayan kesehatan” janganlah pernah memberikan kesan bahwa ia melayani Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Janganlah pernah ia mengurapi seorang dengan minyak, baik yang diberkati ataupun tidak, yang membangkitkan kesan bahwa ia mengurapi orang tersebut dengan Minyak Orang Sakit (Oleum Infirmorum), yang dipergunakan dalam Sakramen Pengurapan Orang Sakit.
Janganlah pernah kita menyesatkan orang, walau tanpa sengaja, membuatnya menyangka bahwa ia telah menerima buah-buah rahmat khusus dari sakramen penyembuhan yang amat penting ini, padahal sesungguhnya tidak. Jiwa orang dapat celaka karena tindakan simbolik serupa pengurapan, yang tak mendatangkan rahmat apapun.
Patutlah kita berhati-hati untuk tidak pernah melakukan sesuatupun yang dapat disalahtafsirkan sebagai pelayanan sakramen. Apabila orang yang kita kasihi sakit parah atau menghadapi ajal, segeralah panggil imam; hanya imam saja yang dapat melayani Sakramen Pengurapan Orang Sakit, yang mendatangkan buah-buah rahmat berlimpah bagi penyembuhan baik tubuh maupun jiwa.    
  
* Fr. Saunders is pastor of Our Lady of Hope Parish in Potomac Falls and dean of the Notre Dame Graduate School of Christendom College.
sumber : “Straight Answers: Anointing of the Sick” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2002 Arlington Catholic Herald. All rights reserved; www.catholicherald.com
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.”